Sekitar pertengahan juli lalu pemerintah
mencanangkan program tax amnesty atau pengampunan pajak. Amnesti pajak adalah
program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi
penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi
perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang
diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT,
dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang
tebusan (pajak.go.id). Program ini sebenarnya bertujuan untuk memulangkan harta
para wajib pajak WNI yang diparkirkan di luar negeri agar kembali ke tanah air
untuk dapat menggerakkan perekonomian di dalam negeri. Akan tetapi aturan yang
seharusnya untuk pengusaha dan konglomerat ini meluas hingga rakyat juga diwajibkan
untuk mengikuti program ini. Kalau tidak mau kena UU pajak.
Kebijakan ini
dinilai tidak adil bagi masyarakat dan mendapat sorotan dari Ketua Majelis
Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Syaiful Bahri mengatakan, kebijakan pengampunan
pajak yang diterapkan tersebut melenceng dan akan membebani rakyat. Menurutnya rakyat
tidak memiliki kesalahan seperti yang dilakukan oleh para konglomerat yang
menaruh dananya di luar negeri. Dengan demikian, aturan ini menyamakan rakyat
biasa dengan konglomerat yang bersalah.
Masyarakat dengan
pendapatan menengah ke bawah juga akan terbebani jika mengikuti pengampunan
pajak dikarenakan harus membayar tebusan. Sementara itu, masyarakat juga akan
terbebani lagi dengan aset seperti tanah, bangunan, kendaraan dan yang lainnya yang
wajib ditebus dengan jumlah besar sementara mereka sudah taat membayar pajak
tersebut setiap tahun. Menindak lanjuti hal ini masyarakat diminta untuk
melakukan pembetulan SPT yang semakin membuat masyarakat bingung mengingat
pemerintah juga kurang transparan akan pajak.
Terkait dengan
pengampunan pajak, ekonom senior, Anwar Nasution berpendapat bahwa pengampunan pajak
tidak dapat mendorong pengembalian kembali kekayaan maupun dana milik orang
Indonesia yang diparkir di luar negeri. Menurutnya warga Indonesia lebih suka memarkirkan
uangnya di Singapura atau Panama adalah karena Indonesia tidak memiliki
kejelasan hukum dan politik, sehingga mereka tidak aman dan nyaman untuk
menyimpan uang di negaranya sendiri (bisnis.liputan6.com,2016)
Lebih lanjut,
pengampunan pajak juga akan menghasilkan masalah tersendiri di negeri ini. Pengampunan
pajak justru akan disalahgunakan dan membuka peluang bagi koruptor untuk menggelapkan hartanya ke luar negeri dan
tidak dapat diusut asal-usul dana tersebut karena sudah mengikuti TA. Ini seperti
melegalkan tindakan pencucian uang dan mereka bisa hidup tenang karena hal ini.
Sebenarnya, praktik pengampunan pajak ini rawan pelanggaran, karena
bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23A dan 23 dimana dinyatakan bahwa
pemungutan pajak dalam APBN bersifat memaksa bukan mengampuni. Pemerintah sendiri
mencederai UUD 1945 yang selama ini mereka anggap sebagai sumber hukum. Pemerintah
seharusnya mempertegas hukuman bagi para pengemplang pajak, mengembalikan
kekayaan Negara dan bukan dengan memberi mereka pengampunan.
Pemerintah seharusnya
meluruskan dan meninjau kembali apakah program ini tepat ataukah malah membuat
rakyat susah. Pemerintah harus memutuskan antara melindungi para pemilik modal
dan asing yang terus mengeruk keuntungan negeri ataukah rakyat yang selalu
memperjuangkan dan membela negeri. Jangan sampai salah langkah dalam mengambil
keputusan apalagi Indonesia baru saja merayakan kemerdekaan yang ke 71 yang
diperoleh dari perjuangan rakyat dan bukan dari pemilik modal apalagi pihak
asing.
Sumber:
pajak.go.id
Pengampunanpajak.com
Bisnis.liputan6.com
Suara-islam.com
No comments:
Post a Comment