Monday, August 29, 2016

Tax Amnesty seharusnya ditinjau kembali

            Sekitar pertengahan juli lalu pemerintah mencanangkan program tax amnesty atau pengampunan pajak. Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan (pajak.go.id). Program ini sebenarnya bertujuan untuk memulangkan harta para wajib pajak WNI yang diparkirkan di luar negeri agar kembali ke tanah air untuk dapat menggerakkan perekonomian di dalam negeri. Akan tetapi aturan yang seharusnya untuk pengusaha dan konglomerat ini meluas hingga rakyat juga diwajibkan untuk mengikuti program ini. Kalau tidak mau kena UU pajak.
Kebijakan ini dinilai tidak adil bagi masyarakat dan mendapat sorotan dari Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Syaiful Bahri mengatakan, kebijakan pengampunan pajak yang diterapkan tersebut melenceng dan akan membebani rakyat. Menurutnya rakyat tidak memiliki kesalahan seperti yang dilakukan oleh para konglomerat yang menaruh dananya di luar negeri. Dengan demikian, aturan ini menyamakan rakyat biasa dengan konglomerat yang bersalah.
Masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah juga akan terbebani jika mengikuti pengampunan pajak dikarenakan harus membayar tebusan. Sementara itu, masyarakat juga akan terbebani lagi dengan aset seperti tanah, bangunan, kendaraan dan yang lainnya yang wajib ditebus dengan jumlah besar sementara mereka sudah taat membayar pajak tersebut setiap tahun. Menindak lanjuti hal ini masyarakat diminta untuk melakukan pembetulan SPT yang semakin membuat masyarakat bingung mengingat pemerintah juga kurang transparan akan pajak.
Terkait dengan pengampunan pajak, ekonom senior, Anwar Nasution berpendapat bahwa pengampunan pajak tidak dapat mendorong pengembalian kembali kekayaan maupun dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri. Menurutnya warga Indonesia lebih suka memarkirkan uangnya di Singapura atau Panama adalah karena Indonesia tidak memiliki kejelasan hukum dan politik, sehingga mereka tidak aman dan nyaman untuk menyimpan uang di negaranya sendiri (bisnis.liputan6.com,2016)
Lebih lanjut, pengampunan pajak juga akan menghasilkan masalah tersendiri di negeri ini. Pengampunan pajak justru akan disalahgunakan dan membuka peluang bagi koruptor untuk      menggelapkan hartanya ke luar negeri dan tidak dapat diusut asal-usul dana tersebut karena sudah mengikuti TA. Ini seperti melegalkan tindakan pencucian uang dan mereka bisa hidup tenang karena hal ini. Sebenarnya, praktik pengampunan pajak ini rawan pelanggaran, karena bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23A dan 23 dimana dinyatakan bahwa pemungutan pajak dalam APBN bersifat memaksa bukan mengampuni. Pemerintah sendiri mencederai UUD 1945 yang selama ini mereka anggap sebagai sumber hukum. Pemerintah seharusnya mempertegas hukuman bagi para pengemplang pajak, mengembalikan kekayaan Negara dan bukan dengan memberi mereka pengampunan.
Pemerintah seharusnya meluruskan dan meninjau kembali apakah program ini tepat ataukah malah membuat rakyat susah. Pemerintah harus memutuskan antara melindungi para pemilik modal dan asing yang terus mengeruk keuntungan negeri ataukah rakyat yang selalu memperjuangkan dan membela negeri. Jangan sampai salah langkah dalam mengambil keputusan apalagi Indonesia baru saja merayakan kemerdekaan yang ke 71 yang diperoleh dari perjuangan rakyat dan bukan dari pemilik modal apalagi pihak asing.
Sumber: pajak.go.id
            Pengampunanpajak.com
            Bisnis.liputan6.com

            Suara-islam.com    

No comments:

Post a Comment