Nama-nama Surat Kabar Paling Kritis di Indonesia
Berikut
ini adalah nama-nama surat kabar yang paling vocal dalam memberitakan kegiatan
pemerintah sampai-sampai harus mengalami pembredelan bahkan para anggota nya
harus mendekam di penjara dikarenakan sebelum era reformasi, kebebasan pers di
Indonesia dikekang. Apa yang diberitakan oleh pers harus sejalan dengan
kepentingan pemerintah meskipun harus menyampaikan berita bohong kepada
masyarakat. Sedangkan bagi mereka yang bertentangan dengan pemerintah dan
mengkritik pemerintahan, maka surat kabar mereka akan dibredel bahkan
anggotanya akan dijebloskan ke penjara. Penasaran, inilah deretan nama surat
kabar paling kritis di Indonesia yang saya rangkum untuk anda.
Pedoman
Didirikan oleh Rosihan Anwar dan Djunaedi
Pedoman terbit pada 29 November 1948 sebagai Koran kiblik. Pedoman kerap kali
memberitakan tentang perlawanan tentara Indonesia, akibatnya Pedoman harus
merasakan pembredelan untuk pertama kalinya pada 31 January 1949 karena memuat
pidato radio Menlu (darurat) Indonesia Mr.Maramis dari New Delhi, India yang
menganjurkan kaum republican untuk
meneruskan perjuangan kemerdekaan. Selama enam bulan Pedoman lumpuh. Ketika
hendak terbit lagi, Djuanedi sudah tidak lagi antusias tapi Rosihan tetap jalan
terus untuk membesarkan Pedoman. Perlahan, Pedoman menjadi bacaan golongan
menengah, kaum elite dan intelektual. Sebagai Koran mainstream jalan Pedoman
tidaklah mulus. Situasi paling kritis terjadi pada tahun 1957 ketika terjadi
sejumlah pergolakan di daerah. Pedoman
berkali-kali kena bredel. Bahkan Rosihan sempat duduk di kursi pesakitan namun
dibebaskan. Tekad Rosihan untuk terus membesarkan Pedoman sangat besar,
terbukti berkat usaha keras Rosihan, pada tahun 1961, Pedoman memiliki tiras
sampai 53.000 eksemplar dan menjadikannya Koran beroplah terbesar pada waktu
itu.
Pada
7 January 1961, penguasa militer membredel Pedoman karena dianggap sering
memuat tulisan-tulisan yang nadanya bertentangan dengan atau melemahkan
kepercayaan rakyat kepada landasan, tujuan, dan program kepemimpinan revolusi
Indonesia. Pada 29 November 1968, tak lama setelah kekuasaan Soekarno runtuh.
Rosihan menerbitkan kembali Pedoman tapi hanya bertahan sekitar lima tahun.
Pada 24 January 1974, Pedoman kembali kena bredel setelah terjadi demonstrasi
mahasiswa di Jakarta yang menentang kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei
Tanaka dan mengkritik politik pemerintah dalam apa yang disebut Malapetaka Lima
Belas January (Malari). Padahal saat itu tiras Koran sudah mencapai 60.000
eksemplar dan itu menjadi akhir dari surat kabar Pedoman.
Tempo,
Editor, dan Detik
Majalah Tempo, Editor, dan tabloid Detik juga
mengalami pembredelan setelah memuat berita tentang korupsi kapal perang yang
dilakukan di jaman orde baru. Ceritanya pada tahun 90-an ramai kasus
pembredelan oleh Presiden Suharto terhadap tiga media karena memberitakan ada
dugaan mark-up pembelian kapal perang Jerman Timur. Bahkan ketika itu terseret
juga nama Menristek B.J. Habibie dan Menkeu Marie Muhammad karena dituding ikut
andil dalam melakukan mark-up. Habibie dipercaya oleh presiden sebagai
negosiator untuk merundingkan 36 kapal perang dan peluru kendali dari armada
Jerman Timur. Akhirnya Habibie berhasil merundingkan seluruh armada dan spare
part seharga USD 12,5 juta dan seterusnya disetor ke Suharto. Habibie mengklaim
dirinya hanya mengurusi pembelian sampai ke tahap itu sedangkan soal pembayaran
dan keuangan sepenuhnya diserahkan ke Kementrian Keuangan dan Kemenhan.
Entah
bagaimana ceritanya selanjutnya ramai pemberitaan ada dugaan mark-up hingga
membuat harga armada militer ini membengkak berkali-kali lipat. Masalah ini
lantas diberitakan oleh tiga media yaitu majalah Tempo, Editor dan tabloid
Detik. Karena dianggap memprovokasi isu, tiga media ini kemudian dibredel.
Majalah Tempo yang tebit pada 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang
bekas dari Jerman Timur dari USD 12,7 juta menjadi USD 1,1 miliar.
Pada
9 Juni 1994, Soeharto marah besar. Dia memerintahkan menindak tegas majalah
Tempo, Editor, dan Tabloid Detik.
Sumber:
jatuh-bangun-Koran-kiblik-historia
No comments:
Post a Comment