Saturday, February 20, 2016

Nama-nama Surat Kabar Paling Kritis di Indonesia

Nama-nama Surat Kabar Paling Kritis di Indonesia

            Berikut ini adalah nama-nama surat kabar yang paling vocal dalam memberitakan kegiatan pemerintah sampai-sampai harus mengalami pembredelan bahkan para anggota nya harus mendekam di penjara dikarenakan sebelum era reformasi, kebebasan pers di Indonesia dikekang. Apa yang diberitakan oleh pers harus sejalan dengan kepentingan pemerintah meskipun harus menyampaikan berita bohong kepada masyarakat. Sedangkan bagi mereka yang bertentangan dengan pemerintah dan mengkritik pemerintahan, maka surat kabar mereka akan dibredel bahkan anggotanya akan dijebloskan ke penjara. Penasaran, inilah deretan nama surat kabar paling kritis di Indonesia yang saya rangkum untuk anda.

Pedoman

            Didirikan oleh Rosihan Anwar dan Djunaedi Pedoman terbit pada 29 November 1948 sebagai Koran kiblik. Pedoman kerap kali memberitakan tentang perlawanan tentara Indonesia, akibatnya Pedoman harus merasakan pembredelan untuk pertama kalinya pada 31 January 1949 karena memuat pidato radio Menlu (darurat) Indonesia Mr.Maramis dari New Delhi, India yang menganjurkan  kaum republican untuk meneruskan perjuangan kemerdekaan. Selama enam bulan Pedoman lumpuh. Ketika hendak terbit lagi, Djuanedi sudah tidak lagi antusias tapi Rosihan tetap jalan terus untuk membesarkan Pedoman. Perlahan, Pedoman menjadi bacaan golongan menengah, kaum elite dan intelektual. Sebagai Koran mainstream jalan Pedoman tidaklah mulus. Situasi paling kritis terjadi pada tahun 1957 ketika terjadi sejumlah  pergolakan di daerah. Pedoman berkali-kali kena bredel. Bahkan Rosihan sempat duduk di kursi pesakitan namun dibebaskan. Tekad Rosihan untuk terus membesarkan Pedoman sangat besar, terbukti berkat usaha keras Rosihan, pada tahun 1961, Pedoman memiliki tiras sampai 53.000 eksemplar dan menjadikannya Koran beroplah terbesar pada waktu itu.   

            Pada 7 January 1961, penguasa militer membredel Pedoman karena dianggap sering memuat tulisan-tulisan yang nadanya bertentangan dengan atau melemahkan kepercayaan rakyat kepada landasan, tujuan, dan program kepemimpinan revolusi Indonesia. Pada 29 November 1968, tak lama setelah kekuasaan Soekarno runtuh. Rosihan menerbitkan kembali Pedoman tapi hanya bertahan sekitar lima tahun. Pada 24 January 1974, Pedoman kembali kena bredel setelah terjadi demonstrasi mahasiswa di Jakarta yang menentang kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka dan mengkritik politik pemerintah dalam apa yang disebut Malapetaka Lima Belas January (Malari). Padahal saat itu tiras Koran sudah mencapai 60.000 eksemplar dan itu menjadi akhir dari surat kabar Pedoman.

Tempo, Editor, dan Detik

            Majalah Tempo, Editor, dan tabloid Detik juga mengalami pembredelan setelah memuat berita tentang korupsi kapal perang yang dilakukan di jaman orde baru. Ceritanya pada tahun 90-an ramai kasus pembredelan oleh Presiden Suharto terhadap tiga media karena memberitakan ada dugaan mark-up pembelian kapal perang Jerman Timur. Bahkan ketika itu terseret juga nama Menristek B.J. Habibie dan Menkeu Marie Muhammad karena dituding ikut andil dalam melakukan mark-up. Habibie dipercaya oleh presiden sebagai negosiator untuk merundingkan 36 kapal perang dan peluru kendali dari armada Jerman Timur. Akhirnya Habibie berhasil merundingkan seluruh armada dan spare part seharga USD 12,5 juta dan seterusnya disetor ke Suharto. Habibie mengklaim dirinya hanya mengurusi pembelian sampai ke tahap itu sedangkan soal pembayaran dan keuangan sepenuhnya diserahkan ke Kementrian Keuangan dan Kemenhan.

            Entah bagaimana ceritanya selanjutnya ramai pemberitaan ada dugaan mark-up hingga membuat harga armada militer ini membengkak berkali-kali lipat. Masalah ini lantas diberitakan oleh tiga media yaitu majalah Tempo, Editor dan tabloid Detik. Karena dianggap memprovokasi isu, tiga media ini kemudian dibredel. Majalah Tempo yang tebit pada 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur dari USD 12,7 juta menjadi USD 1,1 miliar.

            Pada 9 Juni 1994, Soeharto marah besar. Dia memerintahkan menindak tegas majalah Tempo, Editor, dan Tabloid Detik.

Sumber: jatuh-bangun-Koran-kiblik-historia


 

  

No comments:

Post a Comment